“Wu Wei”, Filsafat Tao yang Mengajarkan Saya untuk Lebih Rileks

Overthinking menjadi salah satu masalah yang sering saya alami. Hal ini membuat saya sangat terobsesi dengan mengerjakan sesuatu; saya gelisah bila mendadak merasa terlalu santai dan selalu ingin mencari sesuatu untuk dikerjakan. Awalnya saya pikir ini sifat yang baik karena membuat saya menjadi produktif. Tapi nyatanya tidak, saya justru menjadi tidak produktif karena memikirkan terlalu banyak hal yang saya pikir harus saya kerjakan. Produktivitas menurun, kecemasan meningkat. Saya merasa ada yang salah dengan ini.

Saya kemudian secara tidak sengaja mengenal “wu wei”, sebuah konsep dari filsafat Taois yang ternyata memberikan banyak ketenangan kepada saya. Wu wei (無爲) berasal dari Bahasa Mandarin yang sering diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi “doing nothing”, atau “tidak bertindak” dalam Bahasa Indonesia. Sekilas konsep ini seperti menganjurkan kita untuk bermalas-malasan dan bersikap apatis, tetapi bukan itu maksud dari wu wei. “Tidak bertindak” bukan berarti kita tidak melakukan apa-apa, tetapi lebih kepada untuk hidup mengalir mengikuti alam. Hidup dan bertindak sebagaimana adanya, serta tidak memaksakan sesuatu.

Tidak Semua Hal Berada dalam Kendali Kita

Bayangkan Anda sedang terjebak dalam kemacetan padahal Anda sedang ada janji yang penting, apa yang Anda rasakan? Orang-orang biasa menjawab bahwa mereka akan merasa cemas dan kesal. Mengapa harus macet pada saat-saat seperti ini? Mengapa harus macet pada saat penting? Mengapa kendaraan-kendaraan yang di depan tidak mau mengalah? Dan sebagainya. Macet sering membuat orang merasa kesal, marah, dan cemas.

Namun apakah kemacetan tersebut terurai karena kesal dan marah itu? Faktanya, tidak. Macet tidak bisa diurai melalui emosi marah maupun bersyukur, karena memang tidak ada hubungannya. Ini adalah salah satu contoh bahwa tidak semua hal berada di dalam kendali kita. Jalanan ini, kemacetan ini, kendaraan-kendaraan ini, semuanya berada di luar kendali kita. Kita tidak bisa mengontrol mereka untuk tidak muncul di saat Anda sedang terburu-buru. Bahkan mungkin mobil yang lainnya juga sedang sama marahnya dengan Anda. Karena marah tidak dapat mengurai kemacetan, lantas apa manfaat yang Anda peroleh dari marah? Tidak ada. Justru, Anda kehilangan kebahagiaan dan kedamaian hati Anda. Penyebabnya bukan macet, karena macet juga terjadi pada orang lain; penyebabnya karena Anda ingin mengendalikan apa yang tidak bisa Anda kendalikan.

Jika tidak berada di dalam kendali kita, lalu apa?

Anda tidak punya pilihan lain selain menerima kenyataan ini, sambil mencari jalan alternatif (bila ada). Daripada marah-marah, Anda justru lebih perlu tindakan proaktif. Apakah ada jalan alternatif? Jika ada, bagaimana cara mengaksesnya? Jika tidak ada, apa yang harus dilakukan? Anda bisa mengalirkan energi anda untuk mencari tahu jalan alternatif daripada marah-marah. Atau, bila memang tidak ada jalan alternatif, Anda bisa menghubungi orang yang akan menunggu Anda. Beritahu kondisi Anda dan ucapkan maaf karena akan membuat ia menunggu. Anda akan mendengar bahwa orang itu dapat memaklumi, dan dengan demikian kecemasan Anda mereda. Macet memang tidak terurai, tetapi kecemasan Anda mereda dan Anda merasa lebih lega.

Ini terjadi karena Anda tidak berusaha mengendalikan apa yang memang tidak bisa Anda kendalikan. Wu wei, tidak bertindak untuk hal-hal yang berada di luar kendali kita.

Biarkan Mengalir, Jangan Memaksakan

Kebaikan tertinggi itu seperti air: air bermanfaat bagi berbagai hal di dunia dan tidak bersaing. (Dao De Jing 8)

Kutipan di atas diambil dari Dao De Jing, buku atau kitab yang ditulis oleh Lao Zi, filsuf Taois terbesar. Saat saya masih sekolah dulu, guru saya mengajarkan bahwa air itu bersifat menempati ruang. Jika air dituang ke dalam gelas, ia akan menyesuaikan diri mengikuti bentuk ruang di dalam gelas itu; demikian juga bila air dituang ke dalam botol, tempayan, ember, atau pot sekalipun. Demikianlah, Lao Zi menyarankan kita untuk menjadi seperti air. Bersikaplah fleksibel dan adaptif, mengikuti ruang dan situasi di mana kita berada.

Kadangkala saya merasa cemas karena sudah berupaya maksimal tetapi tidak mendapatkan hasil yang saya inginkan. Saya pun kemudian memaksakan kemauan saya dengan berbagai cara. Apakah itu membuat saya mendapatkan apa yang saya inginkan? Ternyata tidak. Pada saat saya merasa cemas karena kolega saya tidak segera membalas pesan saya, saya menjadi lebih agresif, saya memaksakan agar ia bisa cepat membalas pesan saya. Saya mengirimkan pesan baru terus-menerus sampai mencoba menelepon (meskipun tidak diangkat). Saya pun menjadi bertambah cemas. Pikiran saya berkelana ke mana-mana, “Jika ia tidak membalas pesan saya, maka pekerjaan ini tidak akan selesai tepat waktu. Mengapa ia melakukan ini? Sungguh tidak profesional! Apakah ia menganggap pekerjaan ini tidak penting?” Saya pun kembali kehilangan kebahagiaan saya.

Akhirnya saya berusaha untuk menerima kondisi ini, sebab memang tidak ada yang bisa saya lakukan lagi. Ini di luar kendali saya. Memaksakan kehendak pun hanya membuat saya semakin merasa kesal. Tiga puluh menit kemudian, kolega saya menghubungi saya, meminta maaf karena di tempatnya sedang kesulitan jaringan. Ia pun mengatakan bahwa ia sudah mengerjakan laporan yang diminta, dan dengan demikian saya hanya tinggal memeriksanya dan melaporkan hal ini kepada pihak lain. Selesai! Ternyata kekhawatiran saya tidak benar! Betapa sia-sianya saya sudah kesal dari tadi!

Wu wei mengajarkan kita untuk mengikuti bagaimana kehidupan ini berjalan. Jangan melawan atau memaksa, karena kita adalah bagian dari semesta ini, bukan pengaturnya. Memaksakan kehendak alam hanya akan membuat kita menderita, sedangkan hidup mengalir bersamanya memberikan ketenangan dan kebahagiaan.

Selaraskan Keinginan dengan Realitas

Saat saya sedang magang di rumah sakit jiwa (RSJ) beberapa tahun silam sebagai psikolog, saya sering menemui orang-orang yang mentalnya terganggu karena berusaha melawan jalan kehidupan. Ketika realitas tidak berjalan sesuai kehendak mereka, mereka memaksakannya dan mereka semakin terpukul karena kembali mendapatkan bahwa realitas tidak bisa berjalan sesuai kehendak mereka. Tidak bisa menerima, mereka terus-menerus memaksa. Emosi negatif yang muncul dari kekecewaan tersebut berakumulasi dan menimbulkan masalah mental yang lebih besar. Sebenarnya, untuk bahagia dan sehat mental, mereka tidak perlu memaksakan realitas agar sesuai kehendak mereka, mereka hanya perlu menyesuaikan keinginan mereka sesuai realitas. Ini juga salah satu contoh dari wu wei.

Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sebagai manusia, kita memiliki keinginan yang tinggi. Ini manusiawi. Namun apa yang terjadi bila kenyataan tidak berjalan sesuai keinginan Anda, atau keinginan Anda tidak terpenuhi? Belajarlah seperti air, menurunkan dirinya untuk tetap selaras dengan alam. Coba untuk turunkan keinginan Anda dan jalankan dulu sesuai realitas yang Anda peroleh. Apakah ini berarti kita harus meninggalkan cita-cita kita? Tentu tidak. Kita hanya sedang menyesuaikan diri, mengikuti dulu situasi kehidupan. Siapa tahu aliran kehidupan ini membawa kita ke hilir yang memang kita tuju?

Konsep ini juga diamini dalam psikologi. Adalah Carl Ransom Rogers, seorang psikolog dan juga bapak psikologi humanistik. Menurut Rogers, permasalahan psikologis yang terjadi pada manusia berasal dari ketidakselarasan antara diri yang ideal (ideal self) dan diri yang sebenarnya (real self). Ideal self adalah citra ideal yang diidam-idamkan manusia, sedangkan real self adalah kondisi yang sesungguhnya. Ketidakselarasan pada dua aspek ini menimbulkan permasalahan psikologis, dan dengan demikian tugas manusia adalah menyesuaikan kedua aspek tersebut sehingga muncul unconditional positive regards (penghargaan positif yang tak berkondisi) kepada diri sendiri.

Hidup di Momen Kini

Seringkali kehidupan berada di luar kendali kita, itu sebuah fakta. Tidak semua keinginan kita pun harus terpenuhi. Tugas kita bukanlah memaksakannya, melainkan menerimanya. Memaksakan hidup agar sesuai dengan keinginan kita hanya membawa kecemasan, kekecewaan, dan kemarahan. Sebaliknya, menjadi air dan hidup mengikuti realitas akan memberikan kita penerimaan dan kedamaian.

Kadangkala saya memaksakan diri harus melakukan sesuatu agar realitas bisa berjalan sesuai keinginan saya. Namun, setelah lebih memahami tentang wu wei, saya akhirnya tahu bahwa kadangkala saya perlu untuk tidak bertindak. Jika memang tidak ada yang bisa dilakukan, ya jangan ngapa-ngapain. Nikmati saja. Sadari saja apa yang sedang terjadi, bergerak harmonis dengannya, dan hidup di momen kini. Tidak perlu terus memikirkan, “bagaimana kalau?”, sebab masa depan sangat tidak pasti.

Dan itu membuat saya merasa damai.

Lakukan yang belum dilakukan,
Layani yang belum dilayani,
Nikmati yang kurang dinikmati,
Buatlah yang lebih besar menjadi lebih kecil
Balaslah kesalahan dengan bantuan ramah.
(Dao De Jing 63)

Referensi:

  • Feist, J., & Feist, G. (2021). Theories of personality (10th ed.). NY: McGraw-Hill.
  • Roberts, M. (Penerj.), (2001). Dao de jing: The book of The Way. CA: University of California Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *