Pernahkah anda mendengar kata “Psikologi Positif”? Awalnya saya kira terminologi itu hanya beredar di kalangan akademisi psikologi saja, sehingga saya terkejut ketika seorang teman yang berlatar belakang pendidikan manajemen dan praktisi bisnis mendadak menghubungi saya, mengajak diskusi mengenai psikologis positif. Dalam diskusi itu, ia menceritakan bahwa banyak praktisi bisnis dan coaching menggunakan konsep psikologi positif dalam kegiatan mereka. Diskusi tersebut kemudian membuka pandangan saya bahwa Psikologi Positif, bidang ilmu yang saya kira tidak terlalu menarik, ternyata dipandang cukup baik di mata masyarakat.
Saya tidak tahu apakah anda pernah mendengar istilah “Psikologi Positif” atau belum, namun jika anda baru mengetahui istilah tersebut dari istilah ini, maka izinkan saya untuk memperkenalkannya. Psikologi Positif adalah salah satu pendekatan dalam psikologi yang usianya masih tergolong “muda”, yakni muncul sekitar tahun 1990an. Disebut psikologi positif, karena berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang berfokus pada sisi negatif manusia, pendekatan psikologi positif adalah menyorot kekuatan individu dan meningkatkannya.
Maksudnya, begini, jika psikologi sebelumnya lebih identik dengan mengenali permasalahan mental manusia dan memperbaikinya, maka psikologi positif ingin mengenali kekuatan mental manusia dan mengembangkannya. Bukan memperbaiki, tapi mengembangkan manusia.
Sejarah Singkat Psikologi Positif
Martin Seligman, pada tahun 1990an – saat itu masih menjabat sebagai presiden dari American Psychological Association – memiliki keresahan terhadap psikologi yang dianggap kurang dimanfaatkan sebagaimana seharusnya. Seligman menyadari bahwa setelah Perang Dunia II, psikologi sangat berfokus pada permasalahan manusia dan bagaimana cara untuk menyembuhkannya (Peterson, 2006). Padahal, sebelum Perang Dunia II terjadi, psikologi memiliki tiga misi:
- menyembuhkan gangguan mental,
- membuat hidup manusia menjadi produktif,
- dan mengidentifikasi maupun merawat talenta individu (Seligman & Csikszenmihalyi, 2000).
Hal ini tentu membuat Seligman menjadi gelisah, mengapa psikologi menjadi berfokus pada gangguan mental saja? Padahal, jika kita melihat ketiga misi di atas, nampak jelas bahwa psikologi tidak hanya ditujukan untuk orang-orang dengan gangguan mental saja, tetapi juga untuk orang-orang yang dianggap sehat secara mental. Dari sini Seligman berpikir bahwa psikologi bukan hanya berbicara untuk menyembuhkan yang negatif, tetapi juga untuk mengembangkan yang sudah positif. Dengan kata lain, psikologi juga berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang sudah sehat secara mental: membuat mereka lebih produktif, meningkatkan bakat yang dimiliki, meningkatkan kepuasan hidup, dan sebagainya. Namun mengapa psikologi seolah hanya dibutuhkan oleh orang-orang sakit saja? Bagaimana membuat agar psikologi bisa berguna bagi orang normal dan membantu kehidupan seseorang yang sudah baik menjadi lebih baik lagi? Hal inilah yang kemudian membuat Martin Seligman membuat sebuah gerakan yang disebut sebagai “Psikologi Positif”.
Gerakan ini nampaknya disambut positif oleh masyarakat luas. Dalam kurun waktu yang relatif singkat untuk sebuah cabang ilmu pengetahuan (belasan tahun saja), berbagai konsep psikologi positif ditemukan dan dikembangkan seperti kesejahteraan mental, flow (kondisi mengalir dalam bekerja), mengasihi diri sendiri, keteguhan, kekuatan karakter, dan sebagainya. Topik-topik tersebut sangat menarik untuk dipelajari, serta memberikan manfaat bagi mereka yang menyelami dan mempraktikannya. Bahkan, terbentuk berbagai lembaga yang terdiri dari akademisi dan praktisi psikologi positif untuk saling berdialog, seperti International Positive Psychology Association yang menaungi tingkat global; sedangkan di Indonesia sendiri ada Asosiasi Psikologi Positif Indonesia.
Mendefinisikan Psikologi Positif
Sebenarnya, setelah membaca paragraf-paragraf di atas, anda pasti sudah memiliki gambaran seperti apa psikologi positif itu. Untuk mempertajam pemahaman umum tentang definisi dari psikologi positif, saya akan mengutip beberapa definisi dari pakar:
“Psikologi positif adalah sebuah ilmu pengetahuan yang membahas pengalaman subjektif yang positif, sifat-sifat individu yang positif, dan institusi-institusi yang positif dalam rangka meningkatkan kualitas hidup serta mencegah masalah-masalah yang muncul ketika hidup terasa hampa dan tidak bermakna.” (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000)
“Psikologi positif merupakan sebuah studi ilmiah tentang hal-hal yang membuat hidup layak untuk dijalani.” (Peterson, 2006)
“Psikologi positif bukan mengajarkan bagaimana mentransformasi (misalnya) –8 menjadi –2; melainkan bagaimana membawa +2 menjadi +8.” (Boniwell, 2006)
Dari ketiga definisi di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa psikologi positif adalah sebuah kajian ilmiah yang berbicara tentang kebahagiaan dan kemajuan hidup manusia. Jika kita ingin mengembangkan hidup kita ke arah yang lebih baik, psikologi positif akan sangat membantu dan bisa menjadi pendekatan yang valid untuk memandu kita menuju pengembangan diri yang efektif.
Tiga Tingkat dalam Mempelajari dan Mempraktikkan Psikologi Positif
Psikologi Positif bergerak dalam tiga tingkatan, di mana ketiga tingkat ini akan kita lalui dalam tiap pembelajaran psikologi positif. Ketiga tingkatan tersebut adalah:
- Tingkat subjektif,
- Tingkat individual, dan
- Tingkat kelompok.
Tingkat subjektif adalah tingkat yang paling dasar dalam pembelajaran psikologi positif, di mana hasilnya hanya dapat dialami dan dievaluasi oleh diri kita sendiri (maka itu disebut subjektif). Contohnya adalah ketika kita mempelajari tentang kesejahteraan mental, kebersyukuran, dan kepuasan hidup. Hal-hal ini hanya bisa dirasakan oleh diri kita sendiri.
Tingkat individual adalah tingkat kedua dalam pembelajaran psikologi positif. Jika tingkat subjektif hanya dialami oleh diri sendiri, tingkat individual masih dialami oleh diri kita sendiri namun hasilnya sudah dapat dievaluasi oleh orang lain. Misalnya ketika kita belajar untuk mencintai dan memaafkan orang lain. Rasa cinta dan pemaafan hanya bisa dialami oleh individu masing-masing, namun dampaknya dapat dirasakan oleh orang lain. Dalam tahap ini, manfaat psikologi positif mulai terasa oleh orang-orang di sekitarnya.
Tingkat komunitas atau kelompok adalah tingkat terakhir dalam psikologi positif. Setelah orang-orang mulai merasakan perubahan positif dari individu, maka umpan balik mulai terjadi. Ketika kita memperlakukan seseorang dengan positif, maka sebenarnya kita juga sedang mempengaruhi orang itu untuk bersikap positif juga. Pernahkah anda mendengar bahwa kebaikan itu menular? Ketika anda berbuat baik, setidaknya satu orang akan tertular untuk melakukan hal baik juga, yang kemudian akan menulari minimal satu orang lainnya, dan terus-menerus hingga terbentuk sebuah komunitas yang positif. Inilah tingkat pembelajaran (serta penerapan) psikologi positif yang tertinggi, di mana muncul altruisme, toleransi, budaya positif dalam masyarakat.
Sementara ketiga tingkat ini mungkin masih terdengar terlalu teoretis, namun seiring dengan anda menerapkan psikologi positif dalam hidup, anda akan mampu memahami ketiga tingkatan ini.
Apakah Psikologi Positif merupakan Bentuk Lain dari Berpikir Positif?
Banyak orang yang baru mendengar istilah ini langsung menyimpulkan bahwa psikologi positif berbicara tentang berpikir dan afirmasi positif. Pendapat ini sangat keliru! Meski sama-sama mengandung kata “positif”, namun psikologi positif bukanlah ilmu tentang berpikir positif atau afirmasi positif. Memang psikologi positif dapat menanamkan pola pikir yang positif dalam hidup kita, namun psikologi positif bukanlah motivasi-motivasi kosong yang sering dikumandangkan oleh motivator di luar sana.
Perbedaan mendasar antara psikologi positif dengan berpikir positif adalah keilmiahannya. Psikologi Positif bukan muncul dari sebatas nalar dan common sense saja, melainkan dari sebuah observasi dan penelitian yang ilmiah. Ada pendekatan yang sistematis dan berbasis bukti dalam psikologi positif. Sedangkan berpikir positif biasanya hanya berupa common sense yang tidak dilandasi dengan alur berpikir yang kuat. Kita mungkin sering mendengar orang-orang mendukung kita untuk berpikir positif, tapi apakah berpikir positif adalah jawaban dari semua masalah? Yang terjadi justru toxic positivity, yakni memaksa diri untuk menolak pengalaman negatif dan hanya mengakui pengalaman positif saja.
Nah, toxic positivity inilah menjadi pembeda selanjutnya antara psikologi positif dan berpikir positif. Psikologi positif tidak akan memaksa anda untuk melupakan atau mengabaikan masalah anda, lalu memaksa anda untuk memakai topeng positif, berpura-pura bahagia dalam kesusahan. Itu toxic positivity. Psikologi positif justru mengajarkan anda untuk mengakui, menerima, dan menghadapi kesusahan dalam hidup. Anda sedang merasa sedih dan kecewa? Itu manusiawi. Mengapa anda menolaknya? Rangkulah emosi negatif tersebut, namun anda jangan sampai terlarut.
Toxic positivity dan ilmu berpikir positif: lupakan kesedihan dan kesusahan anda! Ayo berpikir positif! Ayo tepuk tangan, ayo bersemangat! Tersenyum!!!
Psikologi positif: apa, kamu sedang merasa sedih? Baiklah, itu manusiawi, kok, bagaimana rasanya? Ungkapkanlah dengan cara yang tepat.
Well, dalam psikologi positif juga ada cara dan teknik untuk mengembangkan pemikiran yang positif, tapi itu hanya sebagian kecilnya saja. Psikologi positif berbicara jauh lebih luas daripada hanya berpikir positif.
Dari Mana Bisa Memulai Belajar Psikologi Positif?
Pertanyaan ini memiliki banyak jawaban, tetapi saya sangat menyarankan untuk membaca buku dan mempelajarinya dari video-video yang tersebar di Youtube.
Video “The new era of positive psychology” (era baru psikologi positif) dari TED adalah pengantar yang baik, meski pendekatannya sedikit akademis.
Saya sendiri juga membuat seri video kelas Psikologi Positif yang dapat diakses secara gratis melalui Youtube:
Sedangkan untuk bacaan, buku “The Primer of Positive Psychology” karya Christoper Peterson dan “Positive Psychology in the Nutshell” karya Ilona Boniwell adalah dua judul yang bagus untuk meulai mendalami sains tentang kebahagiaan ini. Sayangnya kedua buku ini tidak tersedia dalam Bahasa Indonesia. Anda perlu mencari bukunya di toko buku impor dan mungkin sudah sulit untuk didapatkan.
Atau, untuk alasan kepraktisan, anda bisa mendalami Psikologi Positif dari blog ini (http://personaldevelopment.id). Saya dengan senang hati menulis tentang aplikasi psikologi dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebagai seorang akademisi dan praktisi psikologi, menulis adalah bagian dari aktivitas hidup saya :).
Pesan
Psikologi positif adalah ilmu tentang meningkatkan kapasitas positif manusia untuk mencapai kebahagiaan, oleh sebab itu juga psikologi positif seringkali disebut sebagai “ilmu tentang kebahagiaan” (the science of happiness). Berbeda dengan ajaran motivasi-motivasi kosong yang hanya menggunakan common sense; ajaran psikologi positif disusun berlandaskan observasi, eksperimen, dan pembuktian yang ilmiah. Dengan demikian, psikologi positif sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas hidup kita, terutama dalam segi mental.
Referensi:
1. Boniwell, I. (2012). Positive psychology in a nutshell. New York: Open University Press.
2. Seligman, M.E.P., & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive psychology: an introduction. American Psychologist, 55(1), pp.5–14.
3. Peterson, C. (2006). A primer in positive psychology. New York: Oxford University Press.